TEROPONGNTT, KUPANG — Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin meminta Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono, meninjau ulang surat edaran yang menyesatkan nelayan kecil. Harusnya dalam aturan, dibedakan antara kapal nelayan dibawah 30 GT dengan kapal nelayan dengan tonase diatas 30 GT.
Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin menyampaikan hal ini kepada wartawan, Kamis (30/1/2025), setelah mendengar pengeluhan dari perwakilan nelayan dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Mohon Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) tinjau ulang Surat Edaran yang menyesatkan nelayan kecil. Karena itu yang dirasakan dan dikeluhkan nelayan saat ini,” kata Usman Husin,
Menurut Usman Husin, nelayan kecil yang menggunakan kapal dibawah 30 GT, kadang hasil tangkapan ikannya minim, sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan besar. Akibatnya, nelayan kecil sering mengalami kerugian dalam bekerja mencari tangkapan di laut.
“Banyak perahu-perahu nelayan mencari ikan hanya untuk bertahan hidup. Mereka bertahan dengan keadaan yang dialami. Biaya operasional besar tapi hasil tangkapan ikannya minim. Kasihan, kalau aturan yang diterapkan pemerintah justru memberatkan nelayan kecil,” kata Usman Husin.
Saat menemui Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin, perwakilan nelayan bersama Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi NTT menemui Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin menyampaikan pengeluhan terkait aturan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI dan persyarakat berlayar bagi kapal nelayan, yang dirasa memberatkan bahkan terkesan janggal.
Pertemuan dengan Anggota Komisi IV DPR RI tersebut berlangsung di kediaman Usman Husin di Kupang. Perwakilan nelayan yang hadir diantaranya Maxi Efendi Ndun, Catur Budi dan Richard, sementara pengurus DPD HNSI Provinsi NTT yakni Ketua DPD HNSI Provinsi NTT, Wahid W Nurdin, dan Sekretaris Fransisko Meo, A.Pi.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPD HNSI Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Wahid W Nurdin menjelaskan bahwa, persyaratan berlayar yang dirasa memberatkan bagi nelayan diantaranya, biaya pembelian dan pemasangan alat Sistem Pemantau Kapal Perikanan (SPKP) yang dirasakan terlalu mahal.
Ditambah lagi dengan pajaknya yang sangat mahal, padahal kapal nelayan lokal di Provinsi NIT itu, 100 persen adalah kapal nelayan dibawah 30 GT. Belum lagi pembayaran tambahan yang diatur dalam Laporan Perhitungan Sendiri Evaluasi (LPSE) saat proses perpanjangan Sucat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) yang juga dirasakan cukup mahal.
Selain itu, untuk bisa berlayar, kata Wahid, kapal nelayan harus memenuhi persyaratan Basic Safety Training (BST) dan Buku Pelaut. Nelayan juga harus membayar Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi kapal penangkapan ikan, sementara hasil penjualan ikan tangkapannya lebih kecil dari biaya operasional.
“Wilayah penangkapan nelayan NTT juga hanya pada WPP RI 573, sehingga menjadi sangat sempit. Sementara nelayan kita ini berlayar mencari ikan dengan menggunakan BBM bersubsidi (bahan bakar minyak),, tapi harus membayar semua biaya yang mahal tersebut,” kata Wahid.
Hal ini juga dibenarkan Fransisko Meo, A.Pi, selaku Sekretaris DPD HNSI Provinsi NTT dan perwakilan nelayan yang hadir. Mereka juga mengeluhkan tentang Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: B.2403/MEN-KP/XII/2024 tanggal 2 Desember 2024. Dimana, kapal yang sudah migrasi ke izin pusat pada tahun 2024 harus memasang Vessel Monitoring System (VMS) dan memiliki Surat Keterangan Akreditasi Tahan Api (SKAT).
Sementara, untuk memasang Vessel Monitoring System (VMS) dan mengantongi Surat Keterangan Akreditasi Tahan Api (SKAT), membutuhkan biaya yang tidak kecil dan juga prosedurnya yang juga sulit.
Selain itu, kata Fransisko Meo, awak kapal pada kapal nelayan juga harus memiliki sertifikat sesuai jabatan pada kapal, harus punya buku pelaut, harus mengantongi surat keterangan sehat dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), harus memiliki sertifikat Basic Safety Training (BST) dan lainnya. Untuk memenuhi semua persyaratan itu, nelayan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Karena itu, kata mereka, nelayan bersama DPD HNSI Provinsi NTT meminta Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin, untuk bisa memperjuangkan aspirasi mereka sebagai nelayan. Sehingga nelayan pesisir tidak dipersulit oleh aturan Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP) yang memberatkan para nelayan kecil.
(max)
Comment