Opini

Hari Kusta Sedunia 2024: Beat Leprosy

24
×

Hari Kusta Sedunia 2024: Beat Leprosy

Sebarkan artikel ini
dr. Rona Setiawati

# Oleh: dr. Rona Setiawati (Dokter Umum pada UPTD Puskesmas Penfui Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur)

TEROPONGNTT, KUPANG — Dilansir dari halaman WHO, pada tanggal 28 Januari 2024 kemarin kita memperingati hari kusta sedunia. Hari kusta sedunia diperingati pada hari minggu terakhir bulan januari setiap tahunnya. Tema hari kusta sedunia tahun 2024 adalah beat leprosy atau kalahkan kusta. Tema ini bertujuan untuk melakukan eradikasi stigma yang berhubungan dengan kusta dan meningkatkan martabat pasien kusta.

Tema dari kalahkan kusta mengingatkan tentang pentingnya penangananan kusta dari aspek sosial dan psikologi disamping aspek medis dalam upaya mengeliminasi penyakit ini. Diharapkan kusta tidak lagi menimbulkan stigma di masyarakat melainkan suatu kesempatan bagi setiap orang untuk menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap sesama.

Saat ini berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempati urutan ketiga dengan pasien kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brazil. Prevalensi kasus kusta di Indonesia sebesar 0,55 per 10.000 berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan tahun 2022.

Prevalensi ini naik 0,05 dibanding tahun 2021 sebesar 0,5 per 10.000 penduduk. Pada semester pertama tahun 2023 Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan mencatat penderita penyakit Kusta di Indonesia berkisar 13.000 (tiga belas ribu) orang.

Berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Kusta, penyakit  juga dikenal dengan nama lepra atau Morbus Hansen, merupakan penyakit infeksi bakteri yang bersifat kronis dan disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Kusta menyerang kulit, saraf perifer, mata,  mukosa dari saluran pernapasan atas, otot, tulang, dan testis.

Kusta juga dapat menyerang beragam kelompok umur dari anak hingga lanjut usia. Kusta dapat diobati, diagnosis dini dan pengobatan segera dapat mencegah kecacatan. Kusta ditularkan melalui droplets yang keluar dari hidung dan mulut lewat kontak kulit yang lama dan dekat dengan pasien yang belum diobati.

Setelah terpapar bakteri kusta melalui kontak kulit maupun droplet, seseorang mulai menunjukkan gejala dalam kurun waktu 1 (satu) tahun namun juga bisa mencapai hingga 20 (dua puluh) tahun atau lebih. Manifestasi dari penyakit ini umumnya terlihat melalui lesi kulit dan keterlibatan saraf perifer.

Untuk menegakkan diagnosis kusta setidaknya ditemukan salah satu dari tanda kardinal: (1) lesi kulit warna putih atau merah yang mati rasa; (2) penebalan atau pembesaran saraf perifer, yang disertai penurunan sensasi dan atau kelemahan dari otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut; (3) ditemukannya bakteri basil tahan asam pada pemeriksaan kerokan kulit.

Lesi kulit biasanya berupa perubahan warna dari warna kulit normal (kulit berwarna putih, merah atau seperti tembaga) dan bisa berupa berbagai bentuk (datar, meninggi atau nodul). Lesi kulit dapat single maupun multiple dengan hilangnya rasa rangsang raba.Kusta merupakan penyakit yang bervariasi bentuknya, menyerang beragam orang dengan beragam cara, tergantung dari imunitas seseorang.

Orang dengan imunitas tinggi, memiliki kuman basil yang sedikit dan dikategorikan sebagai kusta PB (pausibasiler). Sedangkan orang dengan banyak kuman basil didalam tubuh dikategorikan sebagai pasien kusta MB (multibasiler).

Pasien kusta tipe PB adalah pasien kusta dengan lesi antara 1-5 buah dan biasanya tidak ditemukan kuman basil. Kusta tipe MB merupakan kasus kusta dimana lesi ditemukan lebih dari 5 (lima) atau adanya gangguan fungsi saraf akibat peradangan/ neuritis (keluhan neuritis saja atau neuritis disertai lesi kulit berapapun jumlah lesi kulit), atau adanya basil pada pemeriksaan kerokan kulit, berapapun jumlah lesi kulitnya.

Diagnosis dini dan terapi hingga tuntas dengan kobinasi obat dalam blister atau multidrug therapy (MDT) merupakan langkah penting dalam mengurangi tingkat keparahan dari kusta. WHO telah mengeluarkan pedoman tatalaksana dan pencegahan kusta dengan rekomendasi lama pengobatan selama 6 bulan hingga 12 bulan tergantung jenis penyakit.

Menurut WHO Indonesia, dalam rangka menuju eliminasi kusta sesuai tujuan global tahun 2030. Program tersebut menghadapi berbagai hambatan seperti keterlambatan deteksi, stigma, rendahnya kesadaran, dan tantangan dalam melakukan identifikasi kontak erat. Salah satu program yang dicanangkan demi terwujudnya eliminasi kusta adalah dengan pencegahan.

Sebagai langkah pencegahan, deksi dini dan pengobatan dengan MDT telah terbukti cukup untuk menghentikan penularan kusta. Namun untuk meningkatkan pencegahan penularan penyakit kusta, Kementerian Kesehatan, WHO dan Netherlands Leprosy Relief (NLR) melaksanakan program pemberian obat/ kemoprofilasis kusta dengan obat rifampisin dosis tunggal pada sasaran mulai dari usia 2 tahun sebagai Leprosy Post Exposure Prophylaxis (LPEP) sesuai pedoman standar dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan.

Pemberian obat ini melalui penelusuran kontak serumah, kontak lingkungan dan sosial setiap pasien kusta. Terdapat bukti ilmiah bahwa pemberian rifampisin dosis tunggal pada orang yang kontak erat dengan pasien kusta efektif mengurangi jumlah kasus baru dan mengurangi penularan kusta sekaligus merupakan kesempatan dalam menemukan dan mengobati pasien kusta yang belum terjaring atau dilaporkan.

(*)

Comment