Oleh : Dr. Jeffrey Jap, drg.,M.Kes (Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Provinsi NTT – ASN Dinkesdukcapil Provinsi NTT)
TEROPONGNTT, KUPANG — Potensi destinasi parawisata NTT dominan berada di pulau Flores. Dengan ikon utamanya Labuan Bajo sebagai destinasi super prioritas. Dan taman nasional komodo dengam spesies biawak raksasa (purba) yang masuk dalam kategori the seven new wonder in the world tentunya menjadi kebanggaan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sekaligus sebagai lokomotif berkembangnya dunia parawisata di labuan bajo khisusnya dan dataran Flores secara satu kesatuan pulau dengan masing – masing keunikan dan pesona alam serta budaya yang menarik.
Sukses penyelenggaraan KTT Asean ke 42, 10 – 11 Mei 2023 di Labuan Bajo menjadi salah satu barometer dan tonggak akan mangkin menggeliatnya kunjungan wisatawan mancanegara, hal ini dapat disimpulkan dari berbagai statemen positif dan kekaguman akan keindahan alam labuan bajo yang terpancar baik secara verbal maupun nonverbal melalui gestur mimik happy dari para kepala daerah maupun delegasi mancanegara yang menghadiri KTT tersebut.
Peluang kunjungan wisatawan yang diprediksi akan meningkat tentunya perlu di ikuti dengan pengawalan akan banyak aspek keamanan termasuk di dalamnya adalah keamanan kesehatan para wisatawan. Perlindungan dari ancaman penyakit menular perlu mendapat atensi tertinggi dalam industri parawisata selain tentunya hospitality dalam melayani para wisatawan.
Berbagai penyakit potensial wabah (KLB) menjadi ancaman serius terhadap pertumbuhan ekonomi di sùatu wilayah yang penggeraknya adalah industri pariwisata. Sebagaimana wabah pandemic covid 19 lalu yang meluluh lantahkan banyak aspek kehidupan termasuk ekonomi dan parawisata menjadi pembelajaran yang perlu di antisipasi terhadap penyakit potensi wabah lainnya. Termasuk adalah RABIES.
Rabies adalah penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat, pada manusia dan hewan, disebabkan oleh virus (Lyssa virus). Rabies bersifat fatal atau hampir selalu diakhiri dengan kematian, tapi dapat dicegah. Anjing adalah vektor utama rabies pada manusia (95%), selain kelelawar kucing dan kera.
Cara penularan penyakit rabies virus ini umumnya masuk ke tubuh manusia melalui cakaran, gigitan hewan yang terinfeksi virus, serta jilatan hewan yang terinfeksi ke mulut, mata, atau luka terbuka. Rabies sering dikenal sebagai penyakit ‘anjing gila’ karena dominan vektor nya atau dikenal sebagai hewan penular rabies (HPR) adalah anjing.
Kasus rabies di NTT pertama kalinya tercatat pada tahun 1997 yang di tularkan oleh HPR yakni anjing yang di bawa masuk dari pulau Buton- Sulawesi oleh pendatang /pedangan, hingga kini telah 26 tahun berlalu dan utamanya terlokalisir di pulau flores (8 kabupaten) dan lembata. Dengan trend kasus GHPR maupun kematian yang fluktìatif tinggi dari tahun ke tahun.
Tahun 2023 terjadi ekskalasi pemberitaan di berbagai media terkait persoalan rabies, mulai dari jatuhnya korban, hingga kelangkaan vaksin. Flores sendiri dengan sasaran utama 9 kabupaten menunjukan disparitas yang tinggi dimana ketersediaan VAR tidak mencapai 5 % dari seharusnya 70 % jumlah polulasi HPR yang perlu mendapatkan VAR agar daratan flores dapat terhindar dari ancaman KLB rabies yang tingkat fatality Ratenya sangat tinggi . Sebagaimana data polulasi HPR adalah sejumlah 302.669 ekor. Sementara ketersedian VAR sebanyak 15.000 Dosis.
Adapun data Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) sebagaimana diekspose oleh Dinkesdukcapil Provinsi NTT tercatat sejak tahun 2018 sampai 2022, setiap tahunnya terjadi GHPR sebagai berikut. 12.530, 13.599, 11.262, 10.858, 12.721 gigitan sementara jumlah kematian adalah sbb. 12, 16, 5, 4 dan 9 kematian setiap tahunnya.
Secara kesehatan veteriner, kerawanan / ancaman akan merebaknya kasus rabies sudah sangat beresiko sehingga tindakan yang harus diambil adalah vaksinasi terhadap hewan penular rabies (HPR).
Cerita sedih dari daratan Flores NTT dimana selama bulan Mei 2023 tercatat 3 anak manusia merenggang nyawa akibat keganasan rabies yang terlaporkan dari kabupaten Ende, Sikka dan Manggarai Timur. Tentunya situasi ini membuat trenyuh setiap kita, akankah jatuh korban berikutnya lagi? Atau akan menyebar ke kabupaten lainnya lagi baik dalam daratan flores maupun keluar daratan flores? Tentu harapnya adalah tidak, oleh karenanya perlu segera diambil langkah strategis menghentikan penularan rabies.
Saat ini, seluruh daratan Flores 8 kabupaten dan Lembata adalah daerah endemis rabies. Sementara kabupaten lainnya di Provinsi NTT belum tercatat adanya kasus GHPR, maka tentu ajakannya adalah mari jaga NTT melalui kerja kerja cerdas dan tuntas agar kasus GHPR segera terbatasi dan tidak menyebar lebih luas ke kabupaten lainnya diluar daratan Flores – Lembata.
Pengendalian rabies memerlukan langkah terstruktur dan sistematis dengan melibatkan seluruh sektor terkait dalam 1 regional semisal 1 daratan flores. Yang terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kabupaten tetangga dekat karena memungkinkan adànya mobilitas dari HPR dari 1 kabupaten ke kabupaten lainnya dan menularkan virus.
Sebagaimana permenkes Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulanganan, sudah jelas bahwa semua pihak wajib turut serta dalam upaya penanggulanganan.
Pendekatan strategis untuk memberantas rabies pada manusia dan hewan harus fokus pada peran berbagai kelompok yang multidisiplin, termasuk dari sektor publik dan swasta. Penerapan pendekatan multidisiplin kolaboratif yang sering disebut “One Health”, menjadi langkah yang efektif dalam memerangi rabies dengan cara melakukan koordinasi secara intensif antara pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, Puskesmas, Camat dan Desa/Lurah, Penyuluh Lapangan, aparat serta Sektor Swasta dan masyarakat secara keseluruhan.
Adalah sebuah keniscayaan bahwasannya dengan upaya yang serius dan sistematis serta kolaboratif antar berbagai stakholder secara kontinum. Dapatlah membebaskan flores dari ancaman rabies. Mari bersama bebaskan flores dari ancaman rabies (Making flores free of rabies). Guna mencapai kondisi diatas maka komitmen dan aksi nyata dari seluruh pemangku jabatan dan pemangku kepentingan perlulah memberi atensi yang adekuat untuk segera menyudahi penularan kasus rabies melalui gigitan HPR baik di daratan Flores -lembata maupun di NTT pada umumnya dan tentunya atas dukungan Pemerintah Pusat.
(*)
Comment